Teknologi AI dikenal dapat mendeteksi tingkat kejujuran manusia | Foto: detik |
HaiTekno - Kasus penembakan yang terjadi di kediaman Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri masih terus diungkap oleh pihak Kepolisian.
Bahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memerintahkan membentuk tim khusus yang ditugaskan hanya untuk mengungkap kasus tersebut.
Kasus penembakan ini juga menuai tanggapan dari orang nomor satu di Indonesia Presiden Joko Widodo, Presiden meminta agar kasus tersebut diusut tuntas.
Begitu juga dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Menko Polhukam) Prof. Mahmud MD, dirinya juga meminta tragedi Polisi tembak Polisi yang terjadi di rumah pejabat Polri itu diusut tuntas tanpa pandang bulu.
Dilansir dari beberap media nasional, kasus kematian Brigadir Josua Hutabarat (Brigadir J) menarik perhatian banyak pihak.
Beberapa pengamat bahkan menilai kasus tersebut janggal bila disesuaikan dengan keterangan pers yang pertama kali disampaikan pihak Kepolisian.
Pihak keluarga Brigadir J (+) juga mengatakan kepada media, bahwa mereka merasa janggal atas kepergian Brigadir J.
Keluarga mengungkapkan, selain bekas luka tembak, juga ditemukan luka sayat.
Mereka juga mempertanyakan, mengapa pemakaman Brigadir J tidak dilaksanakan upacara Kepolisian.
Tidak sampai disitu, orangtua Brigadir J juga mempertanyakan telepon seluler milik anaknya yang tidak diserahkan ke pihak keluarga.
Tentulah hal ini akan menjadi perbincangan publik bila tidak cepat diungkap.
Masyarakat dan warganet +62 juga bisa saya mengutarakan pengamatannya sesuai wawasannya masing-masing.
Namun, pihak Kepolisian telah menghimbau agar masyarakat dan warganet +62 tidak kebablasan mengutarakan pendapatnya yang dikwatirkan bisa menimbulkan ketidakkondusifan di tengah-tengah masyarakat, apalagi warganet tidak memiliki basic intelijensi terkait kasus tersebut.
Teknologi AI (Robot AI) Dalam Pengungkapan Kasus
Selain menggunakan tim khusus maupun detektif, teknologi Artificial Intelligence (AI) dinilai dapat menjadi salah satu alat teknologi yang juga bisa digunakan dalam mengungkap sebuah kasus.
Teknologi AI merupakan salah satu alat berupa detektor, alat ini dikabarkan mampu mendeteksi tingkat kejujuran seorang terduga yang diinterogasi (diwawancarai).
Menurut beberapa peneliti dunia, ketika seseorang berbohong dan tidak berkata jujur, tanpa disadarinya terdapat gerakan-gerakan mikro pada anggota tubuh.
Para ilmuwan terus mengembangkan sistem AI yang dapat mendeteksi ekspresi mikro serta mendeteksi kebohongan.
Teknologi AI dinilai memiliki tingkat akurat yang lebih tinggi daripada seorang manusia yang mampu mendeteksi kebohongan seseorang dalam menjawab pertanyaan saat diinterogasi.
Dikutip dari laman media internasional Daily Mail, para peneliti mengatakan, alat tersebut berpeluang digunakan di ruang sidang untuk mendeteksi, apakah seorang tersangka yang disidangkan ketika ditanya berkata jujur atau tidak.
Sistem AI, yang juga disebut Deception Analysis and Reasoning Engine (DARE), telah dikembangkan oleh para peneliti dari University of Maryland dan Dartmouth College.
Pada pengembangan DARE, para peneliti mencoba sistem AI tersebut dengan mendeteksi video seseorang di dalam ruang persidangan.
“Dari sisi penglihatan, sistem kami menggunakan pengelompokan yang dilatih pada fitur video tingkat rendah yang memprediksi ekspresi mikro manusia,” kata para peneliti dalam suatu penelitian yang dipimpin oleh Dr. Zhe Wu, dilansir dari arXiv.
Selain itu, peneliti juga melatih teknologi AI (Robot AI) untuk mengenali lima ekspresi mikro yang menunjukkan bahwa seseorang sedang berbohong. Ekspresi mikro itu antara lain mengerutkan kening, mengangkat alis, sudut bibir terangkat, gerakan bibir, dan tengokan kepala.
Dari hasil penelitian, usai menyaksikan 15 video dari ruang sidang, DARE kemudian diuji apakah bisa mengetahui kebohongan seseorang di video terakhir. Hasil penelitian mengungkap, DARE berhasil menemukan 92 % ekspresi mikro.
Peneliti merasa puas dan menganggap kinerja sistem tersebut (Robot AI) sudah baik.
Sementara itu, ketika seorang manusia ditugaskan mendeteksi hal yang sama, manusia hanya mampu menangkap 81 % ekspresi mikro dari video tersebut.
Sehingga, dari hasil penelitian, Peneliti menyimpulkan Robot AI memiliki kemampuan yang lebih baik daripada manusia untuk mengetahui seseorang itu berbohong atau tidak (berkata jujur atau tidak).
"Sistem penglihatan kami, yang menggunakan fitur visual tingkat tinggi dan rendah, secara signifikan lebih baik dalam mendeteksi tipuan dibandingkan dengan manusia,” kata para peneliti lagi menjelaskan.
Para Peneliti juga menyampaikan, bahwa sistem itu (Robot AI) mampu lebih efektif lagi jika Robot AI diberikan informasi lebih lanjut.
Ketika informasi komplementer dari audio dan transkrip tersedia, deteksi tersebut dapat bekerja lebih baik.
Sumber: indosatu/Mail Daily
Editor: Admin